Sabtu, 12 November 2011

Diet Penyakit Dislipidemia dan Hipertensi

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan akan masalah gizi. Masalah gizi terbagi dua, yaitu kelebihan (kegemukan dan obesitas) dan kekurangan (gizi kurang dan gizi buruk) zat gizi. Kegemukan dapat terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin, begitu pula gizi kurang dan gizi buruk. Orang sering kali menyamakan pengertian kegemukan dengan obesitas, namun kedua istilah tersebut merupakan hal yang berbeda walaupun sama-sama menggambarkan kelebihan berat tubuh. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sementara obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Rimbawan 2004).
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25 - 30 % pada wanita dan 18 - 23 % pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30 % dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25 % dianggap mengalami obesitas. Dengan kata lain seseorang yang memiliki berat badan 20 % lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal, dianggap mengalami obesitas.
Kelainan fraksi lipid karena lemak berlebih akan menimbulkan penyakit yang menggangu kesehatan. Penyakit ini sering di sebut dengan penyakit dislipidemia. Dislipidemia sering dikaitkan dengan salah satu penyebab hipetensi yang akan dapat mempengaruhi kerja jantung. Hipertensi atau sering dinamakan penyakit tekanan darah tinggi menyerang pada usia rata-rata diatas 30 tahun. Penyakit ini sering muncul ditandai dengan pusing, kunang-kunang, dan bahkan jika sudah parah akan menyebabkan koma hingga kematian.
Hipertensi dan dislipidemia dapat menimbulkan masalah fisiologis, emosional, sosial dan psikologis. Dampak fisiologis yang ditimbulkan adalah meningkatnya risiko berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu, perlunya pengaturan diet khusus yang dapat mengatasi penyakit yang mengganggu kesehatan tubuh, yaitu diet energi rendah tinggi serat dan diet garam rendah. Diet energi rendah tinggi serat adalah diet yang kandungan energinya di bawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak mengandung serat yang bermanfaat dalam proses penurunan berat badan dan mengurangi asupan garam.

                                                           TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Hipertensi dan Dislipidemia
            Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps 2005). Selain itu, hipertensi juga dapat diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler 2002)
            Faktor resiko peyakit hipertensi diantaranya yaitu faktor usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, asupan garam, kebiasaan merokok, aktivitas tubuh dan stress. Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi karena terjadi perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormone (Julianti, Nurjana dan Soetrisno 2005). Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause (Gunawan 2001). Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan (Astawan 2002). Garam mempunyai sifat menahan air sehingga mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah (Wijayakusuma 2000).
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang penting dan sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid (Perki 1995). Faktor utama peningkatan kadar kolesterol dalam darah adalah keturunan dan asupan lemak tinggi (Almatsier 2004).

Etiologi Hipertensi dan Dislipidemia
            Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA.
            Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan sebagai akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah (Corwin 2000).
            Peningkatan Total Periperial Resistence sebagai akibat peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, serta responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik (Hayenset al. 2003).
            Etiologi dislipidemia diklasifikasikan menjadi dislipidemia primer dan dyslipidemia sekunder. Dislipidemia primer merupakan dislipidemia yang disebabkan oleh faktor keturunan. Sedangkan dislipidemia sekunder merupakan dislipidemia yang disebabkan oleh usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, hormon, obesitas, menu makanan terlalu banyak lipid, kurang aktivitas tubuh, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, diabetes, dan lain-lain (Anonim 2010).
Patofisiologi Hipertensi dan Dislipidemia
            Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
            Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin 2000). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II  yang merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Dekker 1996).              
            Pada dislipidemia terjadi kelainan metabolisme lemak darah yang ditandai oleh kenaikan kadar kolesterol (hiperkolesteramia), atau trigliserida (hipertrigliserida), atau kombinasi dari keduanya. Kenaikan kadar lemak darah dapat terjadi karena kenaikan sintesis atau sekunder akibat adanya penyakit lain yang mendasarinya seperti ateriosklerosis (Brown dan Goldstein 1987). Pada ateriosklerosis faktor yang bertanggung jawab atas penumpukan lipid pada dinding pembuluh darah adalah adanya defek pada fungsi reseptor LDL di membran gel, gangguan transpor lipoprotein transeluler (endositotoktik), gangguan degrasi oleh lisosom lipoprotein, dan perubahan permeabilitas endotel.
Gejala dan Tanda Hipertensi dan Dislipidemia
            Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus) (Wijayakusuma 2000 ). Lebih lanjut Corwin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah sebagai akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.
            Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah ke penyakit jantung dan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserida tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma kelopak mata, arcus corneae (Anonim 2011).
Pengobatan, Perawatan dan Pencegahan
            Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Sedangkan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (Mayo 2005).
            Penatalaksanaan dislipidemia mencakup non-medikamentosa (tanpa obat) dan medikamentosa (dengan obat-obatan). Penatalaksanaan yang paling penting adalah tanpa obat. Pasien melakukan perubahan gaya hidup dengan cara diet yang baik dengan komposisi makanan seimbang, latihan jasmani (aerobik), penurunan berat badan bagi yang gemuk (obesitas), menghentikan kebiasaan merokok dan minuman alkohol. Apabila dengan tatalaksana diatas gagal maka dapat diberikan tatalakasana dengan obat yang dapat menurunkan lipid seperti obat-obatan golongan statin, resin (kolestiramin), asam nikotinat, asam fibrat dan penghambat absorbsi kolesterol. Sebagai contoh bila setelah memeriksakan kadar lipid mendapat hiperkolesterolemia dapat diberikan statin atau resin maupun dikombinasi. Bila terdapat banyak peningkatan pada profil lipid dapat diberikan statin atau kombinasi statin dengan asam nikotinat. Apabila hanya triglisrida yang meningkat dapat diberikan golongan asam fibrat (Doengoes dan Marilynn 2000).
III. TUJUAN DAN SYARAT DIET MENURUNKAN BERAT BADAN
Tujuan Diet
1.    Menurunkan berat badan bila kegemukan.
2.    Mengubah jenis dan asupan lemak makanan.
3.    Menurunkan asupan kolesterol makanan.
4.    Meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan asupan karbohidrat sederhana.
5.    Mencegah penimbunan garam dan air.
6.    Mencapai pola pangan makanan yang sehat.
 Syarat Diet
1.    Energi yang dibutuhkan disesuaikan menurut berat badan dan aktivitas fisik, bila kegemukan, penurunan berat badan dapat dicapai dengan asupan energi rendah dan meningkatkan aktivitas fisik.
2.    Lemak sedang, <30% dari kebutuhan energy total. Lemak jenuh untuk tahap I, <30% dari kebutuhan energi total dan tahap II, <7% dari kebutuhan energi total. Lemak tak jenuh ganda dan tunggal untuk dyslipidemia tahap I maupun II adalah 10–15 % dari kebutuhan energi total. Kolesterol < 300 mg untuk dyslipidemia tahap I dan < 200 mg untuk tahap II.
3.    Protein cukup, yaitu 10–20 % dari kebutuhan energi total.
4.    Serat tinggi, terutama serat larut air yang terdapat dalam apel, beras tumbuk atau beras merah, havermout, dan kacang-kacangan.
5.    Vitamin dan mineral cukup. Suplemen multivitamin dianjurkan untuk pasien yang mengkonsumsi < 1200 kkal energi sehari.
6.    Garam rendah 2 - 3 g/hari, 600 - 800 mg Na.
7.    Makanan mudah dicerna dan tidak  menimbulkan gas.

IV. BAHAN MAKANAN YANG DILARANG DAN DIANJURKAN
Bahan Makanan
Dianjurkan
Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat
Beras terutama beras tumbuk/beras merah, pasta, macaroni, roti tinggi serat (whole wheat bread), cereal, ubi, kentang, kue buatan sendiri dengan menggunakan sedikit minyak/lemak tak jenuh.
Pie, cake, croissant, kue yang diolah menggunakan garam berlebih, pastries, biskuit, krekers berlemak, dan kue-kue berlemak lain.
Sumber protein hewani
Ikan, unggas tanpa kulit, daging kurus, putih telur, susu skim, yoghurt rendah lemak, dan keju rendah lemak.
Daging gemuk, daging kambing, daging babi, jeroan, otak, sosis, sardine, kuning telur (batasi hingga 3 butir/minggu), telur yang diawet dengan garam, susu kental manis, krim, yoghurt dari susu penuh, keju, dan es krim.
Sumber protein nabati
Tempe, tahu, dan kacang-kacangan.
Kacang-kacangan yang diolah dengan santan dan dan garam serta digoreng dengan minyak jenuh
Sayuran
Semua sayur dalam bentuk segar, direbus, dikukus, disetup, ditumis menggunakan minyak jagung, minyak kedelai atau margarine tanpa garam yang dibuat dari minyak tidak jenuh ganda: dimasak dengan santan encer.
Sayuran yang dimasak dengan mentega, minyak kelapa atau minyak kelapa sawit dan santan kental serta diolah dengan garam.
Buah
Semua buah dalam keadaan segar atau bentuk jus.
Buah yang diawet dengan gula, seperti buah kaleng dan buah kering
Sumber lemak
Minyak jagung, kedelai, kacang tanah, bunga matahari dan wijen; margarine tanpa garam yang dibuat dari minyak tidak jenuh ganda.
Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit; mentega, margarine, kelapa, santan, dan krim.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bahan pangan yang dapat dikonsumsi pada penderita hipertensi dan dislipidemia adalah sebagian besar adalah bahan pangan yang berserat tinggi. Karena bahan makanan yang berserat tinggi dapat mengurangi rasa lapar kita setelah makan sehingga dapat mencegah makan makanan yang berlemak banyak. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi adalah makanan yang mengandung minyak yang banyak dan santan kental.
 

1 komentar: